Kamis, 29 Oktober 2009

Hebat... Bakteri Bisa Hasilkan Listrik

Liputan6.com, New York: Isu energi memang tak pernah habis. Isu ini menjadi makin santer lantaran dunia membutuhkan energi yang besar sekaligus bersih. Untuk itulah beberapa inovasi coba dikembangkan. Salah satu inovasi yang tak kalah hebat adalah pengembangan bakteri sebagai penghasil listrik..

Gagasan ini bermula dari fakta bahwa limbah banyak mengandung gula sehingga memiliki potensi listrik. Hal ini membuat ilmuwan tertarik untuk mengolah air limbah menjadi listrik. Untuk membuat potensi itu dapat diwujudkan, tentunya dibutuhkan bakteri.

Bruce Logan, peneliti dari Universitas Penn State, Amerika Serika memilih bakteri geobakter untuk melakukan tugas tersebut. Bakteri ini dipilih karena mampu memproses material organik dan kemudian mengubahnya menjadi elektron. "Bahkan geobakter mampu memproses polutan seperti aromatic hydrocarbon hingga 90 persen guna memperoleh elektron," ujar Logan seperti dikutip Livescience.

Kondisi ini tentunya memberikan nilai tambah tersendiri. Logan mengatakan bakteri juga mampu memproses bahan kimia yang ada pada lumpur dasar laut menjadi listrik. Bahkan energi yang dihasilkan bisa mencapai dua kali lipat dari proses biasa. Ini memberikan harapan bakteri dapat menjadi penopang sumber penghasil listrik masa depan.

Namun kendala yang dihadapi tetap ada. Air limbah yang akan diolah bakteri menjadi listrik biasanya belum dapat memenuhi angka kebutuhan. Bahkan jika limbah hewan, makanan, dan cair dijadikan satu dan diolah menjadi listrik ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan energi negara besar seperti Amerika Serikat meski hanya setengahnya.

Meski begitu, bukan berarti teknologi ini tidak menjanjikan. Walau belum dapat memenuhi kebutuhan negara besar, teknologi ini setidaknya mampu mengurangi ketergantungan akan energi fosil yang makin menyusut dan memberi dampak buruk bagi lingkungan.(AND)

Selasa, 27 Oktober 2009

Kutub Bakal Tak Punya Es

Artikel Terkait:

* Es Kutub Utara Kondisinya Sangat Mengkawatirkan
* Bumi "Menangis" di Lapisan Es Norwegia
* 42 Persen Lapisan Es Kutub Utara Juga Hilang
* Hati-hati 75 Persen Es Kutub Selatan Sudah Hilang
* Es Sebesar New York Lepas dari Beting

Senin, 19 Oktober 2009 | 07:38 WIB

KOMPAS.com — Para peneliti meramalkan, Laut Artik (kutub) akan bebas es pada musim panas dalam satu dekade mendatang. Setelah musim semi berlalu, para peneliti kembali mengukur ketebalan es sepanjang 450 kilometer dengan rute menyeberangi Laut Beaufort. Mereka menemukan sebagian besar es sangat tipis.

Pemimpin ekspedisi dan pakar es lautan dari University of Cambridge, Peter Wadhams, mengatakan, pada musim semi tahun lalu rata-rata ketebalan es hanya 1,8 meter, menandakan usia lapisan itu sekitar satu tahun. Sementara itu, es yang sudah bertahun-tahun sekitar 3 meter.

Tipisnya lapisan tersebut menjadi indikasi penting kondisi memprihatinkan es di Laut Artik. ”Secara sederhana, es tipis itu akan sekejap hilang pada musim es mulai meleleh,” ujarnya. Angin dan arus laut dapat pula memecah es yang tipis itu. Es yang terpecah dan mengapung bebas akan mudah terdorong ke wilayah perairan yang lebih hangat dan mencair. Catlin Arctic Survey dan kelompok konservasi internasional WWF mendukung penemuan tersebut.

Situasi es di Artik tersebut sangat dipengaruhi iklim dan kondisi alam. Kondisi es di Laut Artik kerap pula dikaitkan dengan perubahan iklim dan pemanasan global. (INE)

Sabtu, 17 Oktober 2009

Membuat Sel Surya Sendiri.....?

Ditengah krisis energi dunia sudah selayaknya jika pemerintah memiliki goodwill untuk semakin menyejahterakan rakyatnya, salah satunya dengan menjalankan program penggunaan sel surya untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga. Mengingat sebagian besar rakyat hidup di pedesaan, yang mungkin masih belum terlayani oleh jaringan listrik PLN. Belum lagi rencana adanya kenaikan nilai jual PLN, yang akan semakin memberatkan beban hidup rakyat. Sehingga program "sel suryanisasi" secara nasional layak untuk digulirkan, bagaimana ?!

Proses Pembuatan Sel Surya

Pada dasarnya, pembuatan sel surya tidak ubahnya pembuatan microchip yang ada di dalam peralatan elektronika semisal komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital MP3. Banyak teknologi yang dipakai oleh sel surya mengadopsi dan mengadaptasi teknologi pembuatan microchip karena teknologi microchip sudah mapan jauh sebelum booming sel surya yang baru muncul belakangan di akhir 1980-an.

Teknologi pembuatan microchip maupun sel surya sama-sama bersandar pada konsep nanoteknologi. Yakni sebuah konsep revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah sistem pada skala molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran se-per-milyar meter). Sistem yang dimaksud ini dapat berupa molekul-molekul, ikatan kimia, hingga atom-atom yang menyusun sebuah produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau molekul-molekulnya tadi dengan jalan menyesuaikan kondisi pembuatan atau lingkungan molekul atau atom yang dimaksud.

Sebagai contoh nyata yang umum pada dunia akademik maupun industri mikrochip ialah, kita dapat mengatur di mana sebuah molekul atau atom tersebut menempel di bagian tertentu pada komponen microchip atau sel surya, atau “memrintahkan” ia berpindah dari satu tempat ke tempat lain ketika arus listrik atau temperatur disesuaikan. Pengaturan atau perekayasaan perilaku molekul atau atom ini sangat berguna untuk menyesuaikan produk sebuah teknologi untuk keperluan sehari-hari. Hal ini terlihat jelas jika melihat kegunaan komputer dewasa ini yang semakin cepat dan poweful justru ketika ukuran prosesor-nya semakin kecil dan memori yang semakin padat. Atau kita melihat bagaimana rekayasa molekul dapat menghasilkan tanaman yang mengasilkan buah dan bibit yang berkualitas lebih unggul. nanoteknologi tidak hanya menyentuh persoalan bagaimana membuat, namun juga bagaimana menguji dan mengamatinya, yang jelas membutuhkan alat yang sama-sama berangkat dari konsep yang sama dan dimensi ukuran yang sama.



Nanoteknologi tidak hanya menyentuh persoalan bagaimana membuat, namun juga bagaimana menguji dan mengamatinya, yang jelas membutuhkan alat yang sama-sama berangkat dari konsep yang sama dan dimensi ukuran yang sama.Kerumitan pembuatan sel surya tidak terlalu ditemui pada proses enkapsulasi sel surya menjadi sebuah modul surya. Sebagai informasi, sel surya sendiri berukuran sekitar 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi. Sel sebesar ini hanya dapat mengkonversi cahaya matahari menjadi listrik berdaya sekitar 1 - 2 Watt saja. Untuk dapat digunakan secara praktis, seitar 30 hingga 50 buah sel surya ini dirangkaikan satu sama lain agar menghasilkan daya keluaran sekitar 50 hingga 75 Watt.Dengan menata seberapa besar kebutuhan listrik, maka tinggal dihitung saja berapa banyak modul surya yang perlu dibeli, kemudian digabung dan dirangkaikan kembali agar menghasilkan daya keluaran sesuai dengan kebutuhan listrik rumah tangga misalnya. Rangkaian modul surya ini disebut dengan panel surya.

Standar pembuatan sel surya jenis silikon melalui beberapa proses implantasi (pemasukan) atom-atom lain ke dalam material silikon yang melibatkan proses kimiawi difusi gas pada temperatur di atas 800 derajat Celcius. Proses ini apabila tidak teliti akan mengakibatkan kebocoran dan sangat berbahaya karena mempergunakan gas yang beracun bagi kesehatan. Alat yang dipergunakan sendiri jelas harus mampu membangkitkan, mengatur dan mempertahankan proses di dalam temperatur tinggi tersebut. Pembuatan sel surya sendiri melalui beberapa tahap proses yang serupa dengan proses implantasi ini dalam temperatur yang berbeda-beda.


Pasir silika salah satu bahan untuk membuat sel surya

Kalau negara kita mengklaim memiliki kekayaan alam pasir silika yang dapat diolah menjadi silikon, maka ini perlu dibuktikan dengan memproduksi sendiri silikon yang diperlukan. Negara kita cukup mampu dalam mengolah bijih-bijih logam dan mustinya mampu pula mengolah pasir silika menjadi bijih silikon. Namun, jika kemampuan finansial maupun teknik bangsa kita masih kalah jauh dengan negara yang sudah maju dalam pembuatan wafer silikon monokristal untuk semikonduktor.

Industri wafer silikon ialah sebuah industri strategis berteknologi tinggi. Posisinya sama dengan industri dirgantara, kapal laut maupun industri baja. Hal ini berkaitan dengan peran vital silikon dalam industri elektronik. Tidak ada industri elektronik manapun yang tidak membutuhkan silikon. Bila sebuah gedung dapat berdiri tegak karena memanfaatkan baja dan pesawat dapat terbang karena menggunakan aluminium, maka komputer dan alat elektronika lain dapat berfungsi karena adanya wafer silikon ini.

Apabila negara kita dapat memiliki industrri strategis di bidang ini, maka kontribusi Indonesia terhadap industri dunia menjadi sangat siginifikan. Sebagai contoh terdekat dengan penulis saat ini, Korea Selatan saat ini menjadi pemimpin dalam bidang memori RAM komputer dengan merek Samsung maupun Hynix. Meski demikian, merka tetap bersikeras membuat wafer silikon sendiri demi mengurangi ketergantungan industri memorinya dari wafer silikon buatan luar.

Proses enkapsulasi sel surya menjadi modul surya relatif lebih mudah dilakukan oleh industri menengah karena inti kegiatannya sama dengan proses assembly, atau merangkai sesuatu dari komponen-komponen panel surya yang sudah ada.Sel surya sebagai produk teknologi tidak lepas dari peran investasi sebagai konsekuensi logis dari visi produksi massal sel surya guna mengatasi tantangan energi di masa depan.

Tanpa investasi baik dalam tataran penelitian, pengembangan maupun produksi, hasil teknologi tidak dapat dinikmati oleh masyarakat luas,dalam hal ini pemerintah perlu segera membuat langkah nyata agar investor antuisias menanamkan modal untuk mengolah potensi silikon serta membangun iklim penelitian dan investasi di area sel surya yang kondusif.